Kamis, 06 Desember 2012

Sejarah Berdirinya PO.EKA/MIRA















PO EKA/MIRA yang saat ini menjadi pesaing utama dari PO. Sumber Group untuk Jalur Surabaya-Madiun-Solo-Jogjakarta.
1971 => Bp Fendi Haryanto, seorang pemilik toko kain di Jl Majapahit No.188 mendirikan PO. Flores, nama PO. Flores sama dengan toko kain yang dimilikinya. Trayek pertama kali adalah Jurusan Surabaya-Solo PP.
Kemudian Bp Fendi Haryanto mendirikan PO. Surya Agung yang melayani trayek AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi), Jurusan Malang – Surabaya – Ponorogo/Magetan.
PO. Flores dahulu terkenal dengan Bis kentjang (cepat) atau selisih sedikit dengan arti sebagai Bis Ugal-ugalan, seperti yang tersemat pada PO. Sumber Kencono saat ini, justru dengan trend sebagai bis kentjang itulah banyak konsumen yang menyukai bis ini, sehingga mengalami kemajuan yang pesat. Meskipun sebenarnya tidak semua armada PO Flores ugal-ugalan karena beberapa armadanya masih menggunakan mesin keluaran lama yang kemampuannya tidak sebagus mesin-mesin baru.
Surya Agung yang malayai rute Malang – Surabaya – Ponorogo/Magetan ini sempat mengoperasikan bis bumel yg mewah, dilengkapi dengan AC ( Air Conditioner ), pada zamannya Surya Agung menjadi simbol bis-bis mewah, karena selalu mengguankan body dari karoseri terbaik, demikian dengan pula dengan fasilitas AC-nya yang jarang dipunyai oleh PO lain.
1981 = > Klimaks dari PO. Flores, kecelakaan hebat terjadi di daerah Karang Anyar, Bis yang dikemudikan Bp Marwan berisi rombongan pelajar SMP Wijana Jombang yang melakukan study tour (karya wisata) ditabrak Kereta Api dan merenggut banyak korban jiwa. Imbasnya, oleh DLLAJR Pusat (sekarang Dishub) PO Flores dilarang melayani trayek AKAP (Antar Kota Antar Propinsi)  sehingga PO ini hanya beroperasi sampai dengan Mantingan (perbatasan Jatim – Jateng ).
Sedangkan PO Surya Agung tidak mendapatkan sanksi tetap berjalan sesuai trayeknya.
Akibat sanksi tersebut PO Flores banyak penumpang luar propinsi yang akhirnya beralih ke PO lain karena menghindari resiko harus oper di mantingan. Jika hal ini dibiarkan bisa-bisa PO.Flores kolaps.
Untuk Mengatas masalah tersebut Manajemen akhirnya mambuat PO.EKA dan MIRA yang diambilkan dari nama anak-anak Bp Fendi Haryanto, sehingga terdapat 4 PO dalam 1 manajemen dengan fungsinya sebagai berikut;
PO.EKA => Berangkat pada Pagi-Petang hari;
PO.MIRA => Berangkat pada petang – pagi hari;
PO.FLORES => difokuskan trayek Surabaya – Ponorogo PP;
PO.SURYA AGUNG => Malang – Surabaya – Madiun – Ponorogo/Magetan PP.
Seperti halnya Flores, EKA-MIRA mengalami perkembangan yang menggembirakan karena respons positif dari konsumen. Bahkan seiring berjalannya waktu EKA-MIRA tumbuh menjadi PO yang besar dan keberadaannya patut diperhitungkan di jalur ini. Untuk memantapkan eksistensinya, tahun 1990 PO EKA membuat terobosan dengan meluncurkan 1 buah armada ber-livery biru yang melayani rute Surabaya – Madiun – Solo – Jogja PP menggunakan mesin Nissan Diesel CB dengan karoseri Malindo yang pada waktu itu sedang jadi tren (seperti adiputro sekarang). Namun itu tidak bertahan lama karena dalam waktu beberapa bulan bis yang dikemudikan Bp. Darno ini mengalami kecelakaan hebat yaitu menabrak truk bermuatan elpiji. Kejadian itu menewaskan sang pengemudi dari menghanguskan bis tersebut. Hal itu tidak menyurutkan langkah PO EKA-MIRA untuk tetap melanjutkan ekspansinya ke rute Surabaya – Madiun – Solo – Jogja PP. Sekitar 2 tahun kemudian semua armada PO EKA-MIRA telah melayani rute tersebut, dan mengganti warna dasar armada-armadanya yang tadinya putih menjadi abu-abu berikut dengan livery-nya.
Karena dirasa tidak lagi memberikan kontribusi maksimal dan untuk meremajakan armadanya, seluruh armada PO Flores dan PO Surya Agung sebanyak 52 unit yang seluruhnya bermesin Mitsubishi BM dijual ke PO AKAS II beserta trayek, kru dan teknisinya. Inilah akhir bakti kepada manajemen dan sekaligus akhir riwayat dari kedua PO ini. Sekitar tahun 1992 manajemen kembali membuat terobosan dengan meluncurkan PO ITA (berasal dari nama anak Ibu MIRA) yang melayani rute AKDP Surabaya – Madiun – Ponorogo PP.
Setelah lama setia menggunakan mesin Nissan Diesel CB pada tahun 1993 membeli 27 unit chasis Hino AK 176, terdiri dari 25 unit berchasis panjang dan 2 unit masih menggunakan chasis pendek. Chasis-chasis tersebut disiapkan untuk armada-armada ber-AC. EKA dan MIRA maing-masing mendapatkan bagian 10 unit armada ATB (AC Tarip Biasa), sedangkan ITA mendapatkan bagian 2 unit. Sisanya 5 unit chasis disiapkan untuk menjadi armada PATAS (sebelum menjadi CEPAT). Dari armada-armada inilah cikal bakal EKA CEPAT berasal sebagai upaya penjajakan merambah ke segmen kelas non Ekonomi.
Armada EKA CEPAT berkembang menjadi pilihan di jalurnya seiring dengan mulai digantikannya armada-armada Hino AK 176 dengan armada-armada bermesin belakang seperti Nissan Diesel RB dan Hino RK2HR. Perlahan-lahan EKA CEPAT mulai mampu menyisihkan pesaing-pesaingnya, dan menjadi pilihan utama sekaligus  pemain tunggal di jalurnya.
Demikian juga dengan armada bumelnya (EKA-MIRA) pun mulai meremajakan armada-armada lama dengan armada keluaran terbaru seperti Nissan Diesel CB dan Hino AK3HR. Terbukti dengan peremajaan yang teratur dan pelayanan terhadadap konsumen yang prima membuat PO ini tetap bertahan di tengah persaingan yang semakin keras. Banyak PO lain yang mulai berjatuhan akibat kerasnya persaingan jalur Surabaya – Madiun – Solo – Jogja seperti Tunggal Jaya, Jaya Raya, Maju Mapan, Trigaya, Jaya Utama, Mapan dll.
Namun tren positif tak berlaku pada ITA, karena pamornya yang kalah mengkilap dengan para kompetitornya. ITA akhirnya angkat koper  peta persaingan jalur Surabaya-Ponorogo  pada akhir dekade 90-an. Armada-armadanya yang sebagian besar bermesin Nissan Diesel CB banyak dibeli oleh PO Pangeran dan PO Restu.
Sekitar tahun 2007 armada bumel EKA dihapus untuk memfokuskan diri pada armada CEPAT, sedangkan armada eks bumel EKA digabungkan ke MIRA. Hal ini semakin mempermudah konsumen PO ini untuk membedakan antara armada Eksekutif/CEPAT (EKA) dan armada Bumel (MIRA) dalam memilih karena orientasi segmen pasar yang sudah dibedakan.
Namun setelah MIRA hanya berorientasi ke kelas ekonomi,  justru membuat PO ini mengalami mengalami sedikit kemunduran. Jumlah armada MIRA semakin berkurang. Namun sekitar tahun 2009 MIRA mulai bangkit dari keterpurukan dengan menjual seluruh armada lama non ATB dan mendatangkan sekitar 100 armada baru ber AC (ATB). Persaingan jalur Surabaya – Madiun – Solo – Jogja kelas ekonomi pun kembali ramai. Banyak PO lain yang ikut mendatangkan armada ATB agar bisa bertahan, termasuk di rute/jalur lain. Konsumen pun semakin diuntungkan dengan hal ini karena semakin dimanjakan dengan banyaknya armada baru yang melayani.
Saat ini EKA CEPAT melayani Surabaya-Solo-Jogjakarta -Magelang dan Surabaya-Solo-Salatiga-Semarang. dan Bis EKA merupakan satu-satunya PO yang mengoperasionalkan BUS eksekutif yang sudah tidak ada pesaingnya. Pesaing armada CEPAT/EKA hanya bis PATAS AKAS itupun sudah tidak ada lagi sejak tahun 2006-2007 karena kalah bersaing dengan Bis CEPAT/EKA.
Seperti pesaingnya (Sumber Group) untuk bis MIRA (ATB) bisa menggunakan kartu langganan yang dapat diminta pada kondektur/mandor di terminal, yang akan dapat potongan harga tiket.
Jika anda penumpang yang mau naik bis dari Surabaya-Jogja, maka naiklah PO EKA/CEPAT untuk kenyamanan, karena untuk bis ini tidak ada penumpang berdiri dan seat 2-2, dengan harga yang terjangkau.
Selama saya menjadi konsumen Surabaya-Jogja memang PO.EKA/MIRA yang memberikan pelayanan yang lebih dari PO yang lain.
Sejarah Berdirinya PO.BANDUNG EXPRESS














Pak Bagyo begitulah sehari-hari dipanggil, sosok yang ramah, bersahaja dan sederhana itulah kesan pertama bila kita pertama kali bertemu dengan beliau.  yap...... A.J Bagyo Pratomo nama lengkapnya tapi cukup dipanggil akrab Pak Bagyo. Siapa sangka bapak yang berpenampilan sederhana itu bossnya Bandung Exspress, tapi itulah Pak Bagyo dengan trade marknya beliau percaya diri dengan Bandung Exspressnya.

Mengawali karirnya di PO. Remaja Exspress, tentunya buat kita tidak begitu familiar dengan PO itu karena PO. Remaja Express eksis di tahun 70 an , disinilah Pak Bagyo menimba ilmu perbisan. Karena ada pekerjaan yang lebih baik beliau pindah ke PO Bandung Exspress, waktu itu masih pemilik lama, karena alasan sudah tua dan tidak ada yang meneruskan usahanya maka PO. Bandung Express dijual kepada Pak Bagyo.


PO yang sudah berdiri tahun 1973 kini pindah tangan ke Pak Bagyo. Di tangan Pak Bagyo PO. Bandung Express bukan hanya menjadi sekedar bis malam cepat saja tapi berkembang jadi perusahan paket (cargo), bis pariwisata, bengkel, dan pabrik karoserie.

Di era Pak Bagyo, PO.Bandung Express memindahkan kantor pusatnya dari gedung tua yang letaknya di perempatan Jl.RE.Martadinata dan Jl. Purnawarman Bandung ke kantor yang baru Jl Dr.Cipto no.5 Bandung,dan memindahkan garasi dari By pass Soekarno Hatta depan perumahan Sumber Sari ke By pass Soekarno-Hatta depan pasar Gede Bage.

Di garasi baru inilah bengkel dan pabrik karoseri melakukan kegiatanya memperbaiki dan membuat bus. Ada alasan khusus dengan adanya pabrik karoseri ini yaitu Bandung Express tidak tergantung model dari pabrik Karoseri lain.


Dengan semangat kerja keras dan sikap kesederhanaan yang ditunjukkan oleh Pa Bagyo beliau mampu mengubah semua mimpi jadi kenyataan. Sukses selalu Pak Bagyo.